Saturday, April 24, 2010

Aku sepuluh tahun lagi





Jika aku seorang Chairil Anwar, 10 tahun mungkin tidak akan memberikan perubahan yang signifikan di sisa 1000 tahun kehidupanku. Tapi aku bukan beliau meski aku ingin hidup jauh lebih lama dari itu untuk merealisasikan semua mimpi-mimpiku. Melihat dokumentasi hidup tentang diri sendiri, tentang seorang aku, dengan segala metamorfosa yang terekam lewat gambar, tulisan, dan cerita sahabat, aku berkata yakin “my life changes a lot”.

Sepuluh tahun yang lalu, aku masih berseragam putih merah. Belum begitu jelas memikirkan bagaimana aku di sepuluh tahun kemudian, tapi satu yang pasti dalam ingatan bahwa aku sudah menanamkan niat yang kuat di dalam hati bahwa “aku ingin ‘dilihat’”. Ada hukum alam yang selalu dibicarakan oleh para tetua sebagai wejangan untuk anak cucunya -dilakukan berulang-ulang hingga mustahil untuk dilupakan- bahwa “hanya dua tipe manusia yang akan dilihat dan diingat oleh dunia, mereka yang sangat baik atau yang sangat buruk. Sangat pandai atau sangat bodoh, berbudi baik atau menjadi kendali di hampir setiap keonaran. Sementara mereka yang berada di antara keduanya atau yang biasa-biasa saja, tidak akan dilihat bahkan sangat potensial untuk dilupakan”. Hukum alam yang rajin diperdengarkan para tetua termasuk para guru semasa sekolah itulah yang kuterapkan dalam rentang waktu sepuluh tahun ini dan akan tetap dijalankan sepuluh atau dua puluh tahun mendatang bahkan di sisa hidup seorang aku.

Banyak cerita dari tiap motivasi dan proses yang terjadi untuk menata hidup lebih baik. Cerita dan proses yang mungkin tidak begitu penting untuk sebagian orang yang tidak berhubungan dengan cerita atau pun proses itu sendiri, hingga akhirnya aku jadikan bagian dari sekelumit kecil rahasia kehidupan seorang aku. Aku dengan rahasiaku, -dengan semua mimpi dan optimisme serta usaha untuk mentransformasikan jutaan mimpi menjadi realita- menjadi pribadi yang terkesan begitu serius untuk orang-orang disekitarku hingga mereka bingung mencari cara berkomunikasi dengan seorang aku. Mereka sebagai manusia independen dan tidak berkoalisi secara aktif denganku memang mempunyai hak penuh untuk memperlakukan aku sebagai pribadi yang serius dan kaku seperti apa yang sudah mereka gambarkan dalam kepala mereka masing-masing. Dulu aku adalah seorang pemimpi ulung, tapi kini aku sudah terbangun. Aku sudah puas bermimpi di sepuluh tahun sebelumnya dan sekarang aku berada pada fase dimana aku berjalan, berlari kecil, jatuh, bangkit, dan berlari lagi di sisa tenagaku bahkan tak jarang terseok-seok untuk semua mimpi yang akan bermetamorfosa menjadi realita yang mengagumkan di sepuluh tahun mendatang.

Aku sepuluh tahun yang akan datang –yang kalau tak berbelok arah mata angin masa depan seorang aku- akan menjadi “orang sibuk” seperti apa yang aku cita-citakan sebelumnya. Aku beri peringatan untuk menahan hati dan lidah untuk tidak mencibir, mencemooh, merendahkan bahkan meragukan semua yang aku kejar. Sedikit peringatan lebih keras untuk menjaga matamu agar tidak terlihat jelas bahwa kamu memandangku dengan sebelah mata bahkan dari ujung bola matamu. Kamu harus mengindahkan peringatan itu sebelum kamu mendengar lebih jauh tentang apa yang akan menimpa seorang aku di sepuluh tahun mendatang. Aku akan menjadi orang sibuk (kamu tidak akan mendengar lebih dari dua kali, akan menjadi apa aku ini di sepuluh tahun mendatang karena aku yakin kamu akan ingat betul). Sepuluh tahun adalah waktu yang cukup bagiku menyalurkan semua keinginan untuk belajar hingga mencapai gelar doktor, meski aku belum akan berhenti di titik itu untuk belajar karena yang aku yakini di sepuluh tahun yang akan datang aku akan berjibaku dengan bermacam-macam penelitian demi mendapatkan gelar prof. Ini bukan perkara gelar yang akan menghiasi namamu di tahun-tahun yang akan datang sebagai pertanda sejauh mana kamu sudah menempuh pendidikan, ini bukan soal prestige yang akan meningkatkan kedudukan sosialmu seiring meningkatnya pendidikanmu –meski itu akan terjadi-, tapi cita-citaku yang menuntut aku menempuh pendidikan sampai ke taraf itu. Aku ingin menjadi seorang reviewer, mulanya karena keuntungan dapat bepergian ke seluruh dunia karena kamu memang akan diakui oleh dunia dengan pendidikan setingkat itu, tapi kemudian alasannya bergeser menjadi ingin membaca semua hasil pemikiran orang di seluruh dunia. Ingin melihat inovasi-inovasi di jaman serba ada dengan sudut pandang, bahasa, latar belakang budaya dan semua sisi yang berbeda dengan seorang aku. Kembali lagi bahwa di sepuluh tahun mendatang aku akan disibukkan dengan berbagai penelitian untuk menyelesaikan studiku sembari bekerja di perusahaan telekomunikasi yang memang linier dengan latar belakang pendidikanku. Bekerja dengan standar jam kerja di negeri ini, berbagi ilmu dengan generasi milenium di sore hari, dan berbagi waktu dengan keluarga di sisa waktuku. Akhir pekan tentu akan menyenangkan melakukan apa yang kamu sukai, dan di akhir pekanku 10 tahun yang akan datang aku akan berusaha menangkap momen-momen di alam raya lewat kedua mata dan lensa kameraku. Minggu petang akan menjadi waktu yang mengasyikkan untuk duduk di sebuah perpustakaan sederhana milikmu yang terkemas rapi dengan semua koleksi buku-buku limited edition, akan lebih menyenangkan berbagi ruang dan cerita bersama sahabat di tempat itu. Itulah yang kuperjuangkan untuk terjadi dalam kehidupanku 10 tahun mendatang. Sekarang kamu bisa mengabaikan semua peringatanku di awal tadi, hingga aku bisa mendengar bahwa kamu berteriak keras bahwa aku hanyalah seorang pemimpi ulung. Tapi dengarlah wahai saudara, pemimpi ini jauh lebih baik daripada kamu yang tak berani bermimpi.