Friday, October 29, 2010

Sumpah Pemuda: 'Peringatan' yang terlupakan


"Bangun pemudi pemuda Indonesia
Tangan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmu lah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
... "


Lagu patriotik kepemudaan menggema di dalam lapangan basket indoor tempat berlangsungnya upacara. 28 Oktober 2010. Akan tetapi, lagu itu tersendat di bait kedua, hingga saat lagu itu dinyanyikan lagi dari awal... lagu itu masih dibawakan dengan suara terputus-putus. Ada yang hanya mengikuti di akhir, ada yang berhenti bernyanyi dan mengikuti lagi pada lirik yang diingat kemudian, dan ada yang bertanya ke kiri kanan apa gerangan lanjutan liriknya. Padahal, ruangan itu dipadati ribuan orang yang 90 persennya adalah siswa/i SMP dan SMA yang sejatinya masih akrab betul dengan lagu-lagu wajib nasional. Entah karena lagu-lagu tersebut sudah tidak terdaftar dalam bagian mata pelajaran kesenian atau karena kepedulian dan kebanggaan akan lagu-lagu nasional kian pudar, maka pembawaan lagu patriotik itu harus tersendat-sendat, jauh berbeda ketika aku masih duduk di bangku sekolah dulu.

Bencana yang terjadi beruntun di tanah air memang menyita perhatian seluruh negeri bahkan masyarakat dari belahan dunia yang lain turut bersimpati akan apa yang terjadi di bumi pertiwi. Indonesia berduka, Ibu Pertiwi menangis lagi. Di tengah duka yang menyelimuti negeri, ada satu momen besar yang terabaikan, Sumpah Pemuda. Aku membuka jejaring sosial tepat di 28 Oktober 2010, usai melaksanakan upacara di lapangan basket indoor Palembang. Tidak ada peringatan itu, tidak ada kalimat-kalimat cerminan Peringatan Sumpah Pemuda, seakan ada nuansa tak bersemangat, pemuda-pemuda yang merupakan dominasi pengguna jejaring sosial itu kian sibuk dengan aktifitas dan eksistensinya di dunia maya. Aku bukanlah orang yang tinggal di masa lalu, juga bukan bagian dari pemuda-pemuda yang memproklamirkan "bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu, Indonesia" itu, tak juga ahli sejarah atau peneliti korelasi teknologi dan pudarnya nilai-nilai patriotisme di kalangan remaja. Aku hanyalah satu dari segelintir orang yang merindukan semangat sumpah pemuda di sekitarku.
Sumpah pemuda bukanlah peringatan semata, tidak hanya tercermin dari pelaksanaan upacara saja, jauh lebih penting penanaman nilai-nilai patriotisme, usaha menumbuhkan karakter kepemudaan bangsa, dan pengenalan nilai-nilai sejarah kepada generasi baru agar mereka tak jadi generasi tamu di negeri ini. Sumpah pemuda adalah satu kekuatan pemersatu, memaknai sumpah pemuda sama halnya dengan memaknai bahwa bangsa ini satu... dengan segala keberagaman dan masalah yang ada, maka kembali bersatu dan menguatkan persatuan adalah jalan keluar mutlak untuk bangkit. Selamat hari sumpah pemuda.

Sunday, October 24, 2010

Pengunjung Museum Masih Ada!

Segala sesuatu yang bersifat general -atau umum atau bisa dibilang lumrah terjadi- itu sedikit membosankan... mengingat, di tengah homogenisasi yang memberi warna adalah mereka yang berhasil menjadi berbeda, khas, unik tapi tetap original. Tidak hanya berlaku untuk manusia di antara manusia lain, tapi berlaku untuk segala hal terjauh sekalipun yang sanggup kamu pikirkan dengan batas ambang daya pikir manusia yang telah ditetapkan Tuhan. Hari ini, entah karena pada dasarnya aku tidak terlalu nyaman menjadi sama dan melakukan yang sama dengan orang lain, atau memang ide-ide brilian lainnya sedang tak ingin mampir untuk diaplikasikan... jadilah hari ini aku menghabiskan waktu di beberapa museum.


sebelum berangkat haruslah menentukan tujuan, search daftar museum di google dan akhirnya dapet daftar museum yang ada di Palembang. Sepatuku hampir menapak di semua museum yang ada itu, meski di satu museum... kakiku hanya diijinkan menapak hingga berandanya saja -LOL- (bad news, hari ini juga aku belum berkesempatan untuk masuk, melihat, dan mengenal isi museum itu). Hal itu juga menunjukkan bahwasannya ada satu pengunjung museum yang potensial disini... hahaha.


Berbekal daftar museum yang ada di Palembang dan tahu persis dimana lokasinya... berangkatlah aku dengan penuh semangat menghabiskan akhir pekan untuk sesuatu yang berbeda. Berbagai ide dan kemungkinan tindakan yang akan dilakukan berdesakkan bak penumpang busway di Ibukota... tapi sayang seribu sayang harus ada kecewa ketika sampai di depan Musem Dr. A. K. Gani di Jl. M. P. Mangkunegara, pintunya tertutup rapat, sebuah gembok terpasang penuh kuasa, museum tutup. Padahal jelas sekali dari papan pengumuman di depannya bahwa museum itu buka setiap hari untuk waktu tertentu yang aku yakin saat aku menginjakkan kaki disitu adalah saat yang tepat. Tersembunyi di balik sebuah pom bensin... yang terlihat dari luar hanyalah patung Dr. A. K. Gani dari sisi pom bensin, di belakangnya hanyalah bangunan tua tak menarik dari sisi pewarnaan, seperti rumah penduduk biasa, padahal itulah bangunan yang menyimpan banyak informasi penting, sejarah yang membangun apa yang ada saat ini. Bangunan museum kurang dirawat, tak ada staf yang tampak untuk memberi informasi, tak ada pemberitahuan tentang mengapa museum tidak dibuka pada saat itu, dan tak ada pengunjung lain yang datang hingga semua pertanyaan berhenti pada kata tanya.
I will never stop, akan ada saatnya aku bisa masuk ke sana, mungkin memang tidak untuk hari ini. Melangkah ke tujuan selanjutnya Monpera -Monumen Perjuangan Rakyat-, dibangun untuk mengenang pertempuran 5 hari 5 malam yang terjadi di Palembang. Jujur saja, aku juga baru tahu bahwa di dalam monumen itu ada museum yang memuat sejarah revolusi Indonesia... itu pun dari tayangan di televisi, artinya, informasi tentang museum belum tersebar secara merata untuk masyarakat kota Palembang sementara orang-orang dari luar daerah jauh lebih peduli dan peka terhadap hal-hal penting yang ada di kota Palembang. Better late than never, maka jadilah hari ini aku bertransformasi dari manusia yang tak tahu menjadi tahu. Lagi-lagi aku harus menahan kecewa ketika sampai di Monpera dan mendapati bahwa museum dalam keaadaan tidak terbuka untuk umum dan aku harus kembali esok jika masih ingin mendapatkan apa yang aku inginkan... tidak hanya museum Dr. A. K. Gani dan Monpera saja yang tutup, bahkan museum Sultan Mahmud Badaruddin II juga tutup. Hingga muncul satu pertanyaan besar di kepalaku, "Mengapa museum tutup pada hari minggu?", padahal hari minggu adalah hari yang memungkinkan lebih banyak orang datang berkunjung karena terbebas dari kegiatan wajib pada hari kerja. Terbukti dari banyaknya pengunjung yang ada di halaman museum... meski tak sebanyak pengunjung mall, tapi akan sangat bermanfaat jika mereka bisa masuk dan mendapatkan informasi mengenai museum.




Hasil berkelana di beberapa museum, membuat aku melihat kondisi bangunan-bangunan pusat informasi sejarah suatu daerah bahkan negara, berada dalam kondisi memprihatinkan dengan penataan konvensional dan minimnya staf atau pusat informasi mengenai museum yang bersangkutan. Namun, perjalanan hari ini juga membuktikan bahwa PENGUNJUNG MUSEUM MASIH ADA, dan untuk pengunjung yang masih ada ... keberlangsungan museum juga masih perlu dirawat dan dipromosikan hingga masyarakat setempat mengenal sejarah tempat dia tinggal dan bangsanya. Berharap bahwa semua museum yang ada di Palembang akan buka setiap hari dan mendapat pengunjung lebih banyak dan lebih banyak lagi, dengan kondisi yang semakin membaik dan sejarah di dalamnya tetap terjaga untuk para generasi mendatang.

Wednesday, October 20, 2010

Good News & Bad News


"Sometimes people come to you
and say that they have both the good and bad news for you,
then they ask whether you want to have the good or the bad for the first...
it's been common to have the bad first,
and I have both the good and bad news for you reader -actually it's just for me myself
sharing is a good action anyway... lol


it's not the best time for me to get what I want..
I've to wait lil longer that I expected,
but I believe that there will be the best time for me to have what I want
it's related to my ITP result, under my target and the minimum score of those scholarships,
fewer some points... huft.
:) I will never give up


then the good news...
when I went to Jakarta I did really want to have cute batik bag,
but I couldn't buy that,
yesterday... just several days after,
I got that bag from the parents of my student as a gift.
what a nice moment,


see... there will be happiness even when you feel so bad in life."

Monday, October 18, 2010

Mahasiswa Generasi Internet

Mahasiswa-mahasiswa generasi internet ini
menginginkan semuanya (materi kuliah)
tersedia dengan bebas di hadapan mereka
sebebas mereka mendownload video di youtube

copy paste, dibuka ketika mata kuliah berlangsung,
tanpa pernah dicuri baca ketika begitu banyak waktu luang
lebih dipilih untuk bersenang-senang di pusat hiburan
dicetak ukuran paling kecil
dikemas dalam begitu banyak lipatan
dan terbuka lebar kala ujian
terselip di berbagai tempat tak terbayangkan
menjadi acuan paling utama untuk mengerjakan soal

aih... sampai detik ini
aku masih begitu menghargai
semua kenangan berjibaku dengan buku-buku penunjang perkuliahan
tapi MEREKA!
tak sedikitpun menaruh respek..

ya...
dilihat dari sudut mana pun
aku memang tak mempunyai potongan dosen...
jika aku berada di posisi mereka,
aku juga punya gambaran yang sama tentang sosok dosen yang akan mengajar
berusia lanjut, berpenampilan old fashion, telah berkeluarga dan sebagainya,
sementara aku...
persis seperti anak SMA
tapi aku tetap akan menekankan pada mereka
bahwa untuk mata kuliah apa pun, mereka harus tetap menaruh respek
dan memberikan usaha terbaik untuk mendapatkan nilai terbaik

Sunday, October 17, 2010

Melancong ke Ibukota demi ITP

A dream to continue my study overseas in one circumstances -scholarship- made me went to the central city, Jakarta. That was all for a piece of ITP (Institutional TOEFL Program) result. Well, people say that "there must be something to be sacrificed for the thing you really wanted -and often many". Travelling not for enjoying the environment, visiting nice places, or spending time with your buddies there... not in the real meaning. But at least, I went around 3 parts of Jakarta -from central, east, till the south of Jakarta- by myself and by keeping the most important thing "Jl. Merpati no.21 Halim PK" LOL, that's the address of my family's house anyway.


*all images captured, had been moved. in the name of convinience. sorry.


(pose in front of National Monument Jakarta... The cool architecture -considering that building was built long time ago, when the architecture world in Indonesia isn't as cool as today)

(pose... in some corners I had waiting for years)
:D

well, about the ITP itself was held on October 12th, 2010. As a villager let to visit Jakarta by myself for the first time... I went to Neso office in Jamsostek Tower, South Jakarta. That was totally different with the condition in my city. Beside I had to follow the test in such kind of fantastic building... I had to face 'the competition feel' among the participants. The strict rule was applied correctly, and now I hope I can get the best result which fits the minimum score of the administrative requirements. Amin.

Saturday, October 16, 2010

Dunia Tanpa Bhineka

Dunia bukan dunia jika semua satu warna, dan tak ada aku, kamu, atau mereka.

**jeda**

Waktu yang cukup lama dengan pikiran yang disesaki berbagai keberagaman ketika mencari sedikit saja cela keseragaman.

Sulit sekali membayangkan hidup tanpa keberagaman. Ketika semuanya hanya satu warna atau homogen jika merunut bahasa ilmiahnya.

Sipit, bulat, hitam, putih, keriting, lurus, tinggi, pendek, dan semua keberagaman yang sering terabaikan itu sangat berarti membuat manusia menjadi manusia yang hidup dalam dunia yang sebenarnya. Luangkan waktu sejenak untuk sekedar membayangkan bahwa semua manusia mempunyai ciri fisik hingga sifat yang sama, berkulit putih, tinggi, berambut lurus, dan mempunyai bentuk hingga lekuk tubuh yang sama satu dengan lainnya. Semuanya seperti kumpulan manusia cloning yang tidak akan mengenal kata iri dengan bentuk/ lekuk tubuh manusia lain karena apa yang mereka miliki persis sama dengan yang lain. Maka, kita tak akan pernah mengenal kata keriting, hitam, hingga istilah langsing karena faktanya dalam keseragaman semua hanya satu modelnya, satu bentuknya dan semua persis sama. Entah bagaimana cara berkomunikasi di tengah masyarakat yang persis sama satu dan yang lain, karena nama manusia sendiri tercipta karena adanya perbedaan ciri fisik yang menggambarkan sosok sang empunya nama.
Dunia tanpa bhineka, dunia tanpa keberagaman. Ketika semua manusia hanya mengenal satu bahasa… maka tak akan ada pertengkaran antara kelompok orang berbeda asal yang mengalami miskomunikasi karena bahasa yang beranekaragam. Tapi, jika manusia hanya mengenal satu bahasa, maka tak akan ada usaha manusia untuk belajar mengerti bahasa masyarakat dari belahan dunia lain karena keinginan berkomunikasi dan bertukar informasi. Manusia hanya perlu membawa satu kamus besar bahasa saja kalau begitu, dan hidup dalam keterbatasan kosa kata. Tak akan pernah ada materi bahasa serapan dalam pelajaran bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia sendiri mungkin tidak akan pernah dikenal dalam dunia tanpa keberagaman bahasa.
Ketika semua manusia terlahir berkulit putih, maka takkan ada cerita perjuangan bangsa kulit hitam untuk menuntut persamaan hak dan perlakuan yang sama dengan bangsa kulit putih. Takkan ada presiden kulit hitam pertama di tengah masyarakat kulit putih, dan sejarah suatu bangsa tidak akan begitu melibatkan perasaan ketika akhirnya suatu perjuangan menemui titik terang. Jika semua manusia berambut lurus maka takkan ada inovasi alat pelurus rambut yang membuat jutaan wanita rela antri di salon-salon kecantikan demi meluruskan rambutnya dengan alat itu. Jika semua manusia terlahir persis sama dalam dunia tanpa bhineka, hingga semua bentuk daun hanyalah satu rupanya… maka dunia yang seperti itu bukanlah dunia yang sesungguhnya dan membayangkan hidup tanpa keberagaman mengarahkan diri pada jutaan kemungkinan yang membosankan, mengerikan, bahkan tak terbayangkan.
Ya, dunia tanpa bhineka, dunia tanpa keberagaman bukanlah dunia. Manusia tanpa keberagaman tidak akan pernah dikenal sebagai manusia. Bahkan matahari yang membantu melihat keberagaman dengan menebarkan keberagaman itu sendiri lewat MEJIKUHIBINIUnya, pun takkan ada Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika tanpa bhineka itu sendiri.

Tuesday, October 5, 2010

Menjalani Potongan Cita-cita

Banyak yang ingin ditulis tapi entah kenapa belakangan jadi sangat sulit untuk menuangkannya secara nyata. Life has been much fun recently, meski aku masih beradaptasi untuk menjadi satu bagian dari hidupku saat ini. Selalu ada perbedaan dan aku menyesuaikan diri untuk hal-hal yang aku kehendaki, bukan mengubah diri. Sebagian besar aktifitas dimulai setelah makan siang hingga malam (perlu dicatat, aku tidak ada di rumah selama rentang waktu itu). Untuk alasan yang kuat dan cita-cita yang tetap kurengkuh, maka aku menjalaninya. Meski di lain sisi Ayah dan Ibuku saja yang sering mengingatkan bahwa aku menjalani begitu banyak kegiatan.

previous posting, Aku Sepuluh Tahun Lagi, potongan tulisan yang menjelaskan akan menjadi apa aku sepuluh tahun lagi. Untuk sampai ke waktu itu, di sinilah aku berada saat ini, larut dengan segala aktifitas yang memang harus kulakukan jika aku masih ingin sampai pada saat itu. Melakukan semua yang aku mau sebelum aku sampai pada kata istirahat. Sekarang aku sudah mendapatkan sedikit gambaran bagaimana rasanya menjalani hidup yang demikian. Tubuh bergerak dari satu tempat ke tempat lain, berpacu dengan waktu, turun dari satu bus ke bus yang lain, bertemu banyak orang, menjalankan kegiatan yang berbeda-beda, hingga akhirnya sampai ke pembaringan di ruang pribadi untuk melepas lelah sebelum beraktifitas lagi.

Pelajaran yang kudapat, untuk mencapai cita-cita sepuluh tahun yang akan datang... maka aku harus bersiap dari sekarang. Menjaga stamina yang sangat krusial untuk manusia hiperaktif LOL, meningkatkan kedisiplinan dalam soal waktu jika tidak mau ditegur oleh orang lain (aku sempat kelabakan juga dengan manajemen waktu karena aktifitas yang seolah tidak pernah putus, tak ada jeda dimana kamu bisa meluangkan waktu untuk sekedar nonton infotainment), memanfaatkan waktu sebaik-baiknya (lebih merasakan bagaimana harus memanfaatkan 5-10 menit selama di bus untuk bisa membaca ato sedikit belajar), semua proses ini menyenangkan. once again, life has been much fun for me, happy to share with you
.