Tulisan ini bukan bentuk tendensius terhadap figur mahasiswa, karena saya sendiri pernah menjabat sebagai mahasiswa dan mungkin akan memangku jabatan itu lagi di kemudian hari ketika melanjutkan studi. Tulisan ini adalah bentuk kekhawatiran saya terhadap mereka yang begitu gagahnya melempar batu atau apa saja di tengah demonstrasi menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Saya miris melihat mereka yang (katanya) intelektual dan duduk di bangku tertinggi sistem pendidikan di negeri ini, tapi tidak dapat mengaplikasikan intelektualitasnya secara nyata dalam bentuk yang positif.
Saya benar-benar terbakar kesal mendengar seorang mahasiswa yang dengan lantangnya berkata bahwa “Anarkis itu kalau tidak ada tujuan, sementara kami mempunyai tujuan yang jelas” ketika di dimintai tanggapan oleh sang presenter acara televisi tentang tindakan para mahasiswa peserta demonstrasi yang merusak dan membakar fasilitas publik, menghancurkan kendaraan-kendaraan plat merah, melempari kendaraan operasional perusahaan minyak dalam negeri dan menyandera kendaraan-kendaraan pemerintah. Tujuan mereka sudah berbelok, hanya memanfaatkan tema kenaikan harga BBM untuk melampiaskan ketidakpuasan terhadap kepemimpinan presiden SBY saat ini.
“Jika seseorang tidak dapat menghargai yang kecil, maka dia tidak pantas mendapatkan sesuatu yang besar” – unknown
Bagi para mahasiswa yang hanya dapat menyalahkan presiden sebagai pusat kepemimpinan yang dalam hal ini telah mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM per 1 April 2012, seharusnya dapat bersikap lebih terhormat. Jika kalian tidak sependapat, maka berdialog, jika tidak diberikan kesempatan untuk berdialog secara terbuka dan terhormat di muka publik, maka sebagai golongan berpendidikan, berorasilah dengan terhormat! Jangan bersikap anarkis dan menimbulkan antipati dari masyarkat umum dan rakyat kecil yang (katanya) kalian perjuangkan itu. Jika kalian merasa bahwa pendapat kalian tidak juga didengar dengan orasi dan demonstrasi yang damai, jangan memboikot fasilitas publik karena itu hanya akan menimbulkan permasalahan dan menimbulkan rasa tidak aman terhadap masyarakat lain. Sebagai mahasiswa, ada satu lagi yang bisa kalian lakukan: BERHENTI BICARA DAN BERTINDAK. BERIKAN SARAN DAN SOLUSI KREATIF BAGI PEMERINTAH UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN BBM DAN TRANSPORTASI. Berkompetisilah dengan mahasiswa lain, gunakan ilmu pengetahuan yang sudah kalian dapat untuk memunculkan solusi alternatif bagi seluruh masyarakat Indonesia yang dengan solusi kalian itu harga BBM tidak perlu naik. Kemukakan manfaat, keuntungan, dan hitung-hitungan matematis atau ekonomis yang benar di muka publik hingga pemerintah dan masyarakat umum yakin, bahwa dengan menerapkan solusi kalian, BBM benar-benar tidak perlu dinaikkan. Bukankah ada begitu banyak mahasiswa pintar di negeri ini? Calon ekonom, insinyur, ilmuwan, dan orang-orang berintelektual yang dapat membungkam mulut pemerintah agar tidak lagi memberikan alibi untuk tetap menaikkan harga BBM? Kenapa tidak melakukan seperti itu? Kenapa merasa begitu gagahnya dengan membakar dan melempar? Sudahkan kalian sanggup membeli dan membangun sendiri fasilitas publik yang kalian hancurkan itu? Sebagai mahasiswa, apa kalian memang sudah berkontribusi membayar pajak sehingga merasa berhak menghancurkan fasilitas publik tersebut?
Bahwasannya benar, presiden mengambil kebijakan yang kontroversial dan program kerja yang telah diaplikasikan belum membawa perubahan yang signifikan terhadap keadaan perekonomian bangsa pada khususnya. Lebih lanjut, di tengah ketidakpuasan rakyat terhadap performa pemerintah saat ini, presiden justru seolah memperkeruh suasana dengan memunculkan rencana kenaikan harga BBM. Emosi rakyat terbakar. Kecewa, karena seharusnya presiden lebih bersimpati terhadap kondisi masyarakat Indonesia saat ini, di mana masyarakat ekonomi kelas bawah masih mendominasi. Mengutip Sultan Hamengkubuwono ke X, “jangan menciptakan generasi miskin baru!” itulah sebenarnya yang membuat masyarakat tidak dapat menerima kenaikan harga BBM. Bahwasannya keadaan saat ini sudah sulit. Rakyat tidak menuntut harga minyak duduk di angka 1000 rupiah, rakyat hanya meminta status quo dimana BBM jangan sampai dinaikkan.
Bagi masyarakat yang menyetujui kenaikan harga BBM mempertimbangkan efek jera terhadap para pengguna kendaraan bermotor, lebih jauh mungkin dapat mengurangi jumlah kendaraan di jalan raya dan mengurangi polusi di bumi Indonesia. Tapi, perlu diperhatikan, komposisi antara masyarakat kaya dan masyarakat ekonomi kelas bawah sangat tidak seimbang, bahwa kenyataannya jauh lebih banyak masyarakat miskin di negeri ini. Kenaikan harga BBM akan menimbulkan efek domino untuk harga barang kebutuhan yang lain, seperti bahan pangan. Pergilah ke pasar-pasar, saat ini, sebelum tanggal diberlakukannya kenaikan harga BBM, harga kebutuhan pangan seperti cabai, telur, bawang dan sebagainya sudah lebih dulu naik. Pedagang cemas, omset menurun karena daya beli masyarakat pun menurun. Ongkos produksi di pabrik-pabrik juga akan naik yang kemudian turut berkontribusi terhadap kenaikan harga produk. Kemudian yang pasti akan menyusul naik adalah ongkos distribusi barang-barang kebutuhan yang paling nyata menggunakan BBM. Masyarakat miskin akan semakin tercekik sementara masyarakat ekonomi kelas menengah -yang menyerempet batas masyarakat miskin- besar kemungkinan akan bergabung dengan kelas di bawahnya dan menambah angka masyarakat miskin di negeri ini. Mungkin sosok pemimpin yang berasal dari masyarakat kelas bawah akan jauh lebih mengerti kekhawatiran rakyatnya saat ini dan dapat mengambil kebijakan yang lebih bijak. Akan tetapi, di negeri ini rupa-rupanya uang lebih berkuasa dan lebih bisa berbicara daripada hati nurani dan simpati.