Bekerja, berlabel pekerja, untuk orang lain... melakukan tugas yang disesuaikan dengan job desc tertentu sejalan dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pihak-pihak yang mempekerjakan kita. Sementara keinginan terbesar seorang aku adalah berada di posisi dapat, mampu, dan sanggup mempekerjakan orang lain, mengatur dan menetapkan peraturan sendiri, menganalisa, mengatasi masalah atas hasil analisa sendiri hingga menanggung resiko atau efek dari keputusan yang telah diambil. Namun lingkungan sosial, masyarakat yang menetapkan aturan-aturan, pandangan, tingkatan dalam hubungannya sesama manusia [terutama di Indonesia] sebagian besar masih terus berkutat pada pola pikir 'mahasiswa harus bekerja setelah menyelesaikan studinya di universitas'... menjadi karyawan di BUMN (Badan Usaha Milik Negara) atau perusahaan-perusahaan ternama hingga menjadi pegawai pemerintahan adalah sesuatu yang wah dan secara otomatis meningkatkan kedudukan seseorang di tengah-tengah masyarakat -paling tidak di lingkungannya.
Job fair yang digelar di berbagai kota tak pernah sepi pengunjung, persis seperti konser musik atau audisi ajang pencarian bakat yang berjubel-jubel. Jangankan alumni universitas di luar pulau Jawa, mereka yang notabenenya alumni lulusan ternama di negeri pertiwi ini rela berbaur dengan alumni dari berbagai universitas yang lain dan membawa segala macam dokumen pencitraan diri yang kiranya dapat membuat perusahaan-perusaahan peserta job fair sudi melirik dan menjadikan mereka bagian dari perusahan tersebut. Tak jarang mereka pun harus berjuang hingga ke luar pulau Jawa dan bersaing dengan penduduk lokal, menjadi cibiran dan objek rasa iri para penduduk lokal yang tidak mau lahannya diambil oleh penduduk pendatang. Namun apa daya, itulah adanya di negeri ini, ketika merantau adalah jalan satu-satunya yang harus dipilih dan dijalani ketika lahan di rumah sendiri tak jua mencukupi. Pekerja dan mempekerjakan... kapan kata itu akan berganti posisi... dari yang mendominasi menjadi tak dominan dan mempekerjakan menjadi identitas bangsa.
Job fair yang digelar di berbagai kota tak pernah sepi pengunjung, persis seperti konser musik atau audisi ajang pencarian bakat yang berjubel-jubel. Jangankan alumni universitas di luar pulau Jawa, mereka yang notabenenya alumni lulusan ternama di negeri pertiwi ini rela berbaur dengan alumni dari berbagai universitas yang lain dan membawa segala macam dokumen pencitraan diri yang kiranya dapat membuat perusahaan-perusaahan peserta job fair sudi melirik dan menjadikan mereka bagian dari perusahan tersebut. Tak jarang mereka pun harus berjuang hingga ke luar pulau Jawa dan bersaing dengan penduduk lokal, menjadi cibiran dan objek rasa iri para penduduk lokal yang tidak mau lahannya diambil oleh penduduk pendatang. Namun apa daya, itulah adanya di negeri ini, ketika merantau adalah jalan satu-satunya yang harus dipilih dan dijalani ketika lahan di rumah sendiri tak jua mencukupi. Pekerja dan mempekerjakan... kapan kata itu akan berganti posisi... dari yang mendominasi menjadi tak dominan dan mempekerjakan menjadi identitas bangsa.
No comments:
Post a Comment